Pimpinan KPP PRATAMA KAYUAGUNG Menghindar Konfirmasi Media.
Oki–Sumsel--Kinerja pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan dipertanyakan.
Hal itu terbukti ketika beberapa awak media mendatangi kantor tersebut untuk mengajukan beberapa pertanyaan tentang komplain yang dilakukan oleh wajib pajak perorangan terkait penetapan pajak yang ditagihkan oleh petugas kepada wajib pajak melalui SPT yang disampaikan pada beberapa waktu lalu.
KPP Pratama Kayuagung merupakan salah satu unit kerja di bawah naungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung dengan kode kantor 312 yang beralamat di Jalan Raden Anom Saleh, Jua-jua Kota Kayuagung OKI, kode pos 30616.
KPP Pratama Kayuagung merupakan lembaga yang menyandang predikat pelayanan yang terakreditasi, namun pada kenyataannya hal tersebut seakan hanya semboyan belaka dan sebatas sebutan saja. Akan tetapi profesionalitas beberapa oknum pegawai yang berada di dalamnya menjadi soal tersendiri bagi instansi tersebut dan harus dilakukan perbaikan sumber daya manusianya (SDM).
Adapun wajib pajak perorangan yang melakukan komplain tadi yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah pensiun bernama dr. Fikram. Ia merasa tidak terima dirinya ditetapkan harus membayar pajak pribadi yang begitu besar, tidak sesuai dengan kenyataannya.
dr. Fikram mengatakan, masalah tersebut berawal dari laporan yang dibuatnya pada tahun 2016. Kala itu dirinya diminta harus memberikan laporan tahunan tentang penghasilan dan kekayaan yang dimilikinya pada saat belum menjabat Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung OKI yang dilakukan oleh petugas di rumah sakit tersebut.
Lanjutnya, dalam laporan SPT itu, dirinya belum pernah mendapat sosialisasi tentang tata cara penyampaian SPT tahunan dari KPP Pratama. Dan ketika ada kesalahan malah divonis, penyampaian tersebut dituliskan tentang laporan kepemilikan 1 unit mobil penumpang berjenis Toyota Rush yang dibeli pada tahun 2010 dengan cara dikredit dari gajinya, dan 1 unit motor jenis Yamaha Vixion tahun 2014.
“Tapi kenyataannya, hal itu langsung dijastis oleh petugas tentang pembelanjaan tahun 2016, dan harus membayar pajak tanggungan sebesar Rp49.750.000,” katanya sembari memberikan beberapa bukti berkas yang diberikan oleh petugas.
Untuk penjelasan, dirinya pernah meminta kepada salah seorang petugas bernama Fajri melalui via telepon, dan telah mengutarakan jika ia keberatan atas penetapan pajak itu.
“Namun seakan tidak digubris, malah setelah itu datang surat ketetapan pajak kepada saya, seakan-akan menerima,” jelasnya sembari mengenang peristiwa tersebut.
Sambungnya lagi, dengan diungkapkan hal ini kepada media dan aktivis, dirinya berharap agar pegawai KPP Pratama bisa profesional dalam bekerja. Bukan malah mengintimidasi dan terkesan memaksakan kehendak tanpa memberi peluang kepada wajib pajak menjelaskan dan memberikan beberapa bukti dokumen.
“Dan untuk pengajuan keberatan telah disampaikan melalui berkas yang telah dikirim langsung ke kantor KPP Pratama tanpa perwakilan dengan bukti tanda terima berkas pada tanggal 23 Oktober 2019 pukul 14.58 Wib, dan dicap oleh petugas penerima bernama Panca Indriani Yogi Sayekti,” akunya.
Ketika didatangi oleh beberapa wartawan yang hendak konfirmasi terkait hal ini pada pukul 11.40 Wib, petugas (security) bernama Candra bertanya kepada awak media. ‘Mau kemana pak, dan ada masalah apa’.
Kemudian security itu memberi isyarat bahwa akan dilaporkan dulu kepada petugas di dalam kantor, sembari menelepon rekannya.
Tak lama kemudian, keluarlah rekannya yang juga seorang security bernama Nanda bertanya lagi, ‘ada apa pak dan mau ketemu siapa’, sembari mempersilahkan awak media masuk dan menunggu di ruang tunggu dan melapor kepada atasannya.
“Maaf beliau (Pa Diar Kuntoro) masih ada pekerjaan, dan sebentar lagi mau istirahat, silahkan kembali lagi setelah jam istirahat pukul 13.30 Wib,” kata dia kepada awak media.
Para awak media kembali menunggu, tak lama kemudian datanglah seorang petugas perempuan berhijab tanpa menyebutkan nama dan bertanya, ‘ada apa pak, mau ketemu siapa’.
Awak media kembali menanyakan siapa yang berhak kami konfirmasi terkait permasalahan wajib pajak, sembari menyodorkan berkas atas nama dr.Fikram dan NPWP-nya.
Sang petugas kemudian menelepon atasannya, dan entah kemana kemudian datanglah security mengatakan jika Pak Diar Kuntoro tidak berada di kantor, sebaiknya kembali lagi besok.
Hal tersebut membuat awak media bertanya-tanya, seakan terkesan menghindar. (*)
Tidak ada komentar